Bismillah...
Alhamdulillah, kata pertama yg wajib aku ucapkan. Segala puji memang hanyalah unutkNya, ga ada yg lain.
Keinginan hati untuk berhenti ngeblog ternyata ga terkabulkan, dah niat untuk berhenti total, namun ada energi lain yg terus menerus selalu menyemangati , plus trimakasih yg tak terhingga untuk sahabat2 yg selalu memberi dorongan, Posting sebelumnya memang harus ku hapus karena sedikit banyak meninggalkan sesuatu yg ga enak untuk di ingat. Yah seperti membuka lembaran baru lagi , dan berharap juga mambawa keberkahan dan manfaat terutama untuk diri pribadi.
Kenapa aku harus mulai lagi di hari ini??,tentulah ada sebabnya, yah ramadhan yg ke ke 14 mungkin akan selalu terkenang, hari ketika seorang maha guru (walaupun ga pernah langsung berguru pada beliau) meninggal (Allohummaghfirlahu..), hari yg mampu membuat tubuhku seolah2 tidak bersendi dan bertulang. Yah...aku hanya mengenal beliau lewat murid2nya, selebihnya hanya lewat mimpi...
Abuya....begitu murid2nya memanggil beliau...
Sebuah cermin luar biasa yg sangat mempengaruhi sisi spiritualku.
Seorang sosok luar biasa di mataku..
Sosok yg di rindu..
Sebuah pesan di inboxku dari murid beliau (sahabat dan guruku juga) layak untuk di posting disini..
Boleh kand aku cerita sahabat2ku, saudara2ku? Boleh kand untuk hari ini saja aku membagi rasa yang berkecamuk memporak porandakan hatiku? Boleh kand untuk aku kembali menitikkan air matakut di tulisanku. Air mata kehilangan seorang guru besar yang menjadi lentera jiwaku dan cahaya hidupku. Seorang Guru yang jauh lebih berharga dalam hidupku daripada ayah-ibuku.
Sebuah kisah klasik terindah dalam perjalanan rihlah ilmiyahku. Kisah klasik untuk masa depan.
Masih teringat jelas dalam benakku 5 tahun lalu, hari yang meruntuhkan semua ketegaranku, hari yang melebur meluluhlantakkan perasaanku. Hari yang tak pernah aku sadar kalau hari itu melewatiku memedihkan jiwa ringkihku.
Aku masih ingat bagaimana tiap subuh aku bersimpuh di hadapan beliau, memijat lembut kakinya, mengusap-usap pelan betisnya, ritualku tiap subuh seraya membaca untaian dzikir di hadapannya.
Aku masih ingat bagaimana beliau dengan senyumnya, dengan aura cahaya cerah indah di wajahnya, mendidikku, mengenalkanku akan arti hidup yang sebenarnya.
Masih kuingat, saat-saat terakhir beliau memanggilku lantas memelukku, sebelum memberikan senyuman terindah terakhir yang beliau miliki padaku, yang menerbangkan jiwaku entah ke mana, sebelum beliau setelah itu menepuk 3 kali dadaku seraya mengucapkan sebuah kalimat yang sampai sekarang gemanya masih terasa di telingaku.. (hani-an laka) beruntung sekali, sukses bagimu anakku. Yang tak pernah kukira bahwa itu kalimat perpisahan beliau denganku..
Sebentar memang aku merasakan didikan tangan dinginmu Guruku, namun kesejenakan itu adalah yang paling berarti dalam sisa perjalanan hidupku.
Dulu, engkau adalah segenap obsesiku. Engkau adalah sumber segala inspirasiku. Engkau pula dengan pancaran auramu dari jauh mendidikku, mentarbiyahku, sebelum akhirnya engkau menjadikanku murid terakhirmu..
Apa yang bisa ku balas untukmu Guruku? Aku tahu engkau sampai kini mengawasiku, melihat kenakalanku, kemalasanku, ketidak semangatanku. Maaf kan aku Guruku.
Dan pagi ini, aku memutar kembali semua memori indahku bersamamu, tanpamu aku tak akan pernah ada, tanpamu, aku tak akan pernah mengenal cinta, tanpamu, aku tak akan pernah mengenal Alloh dan Rosul-Nya
Terima kasih Guruku, engkau telah dan terus mendidikku, mulai aku belum bertemu denganmu, sampai engkau meninggalkanku dalam kesendirianku. Jazakumullohu khoiro
(uqoddimu ustadzi ala fadhli waalidi # wa in naalani min waalidi-l izza was syarof. Fa dzaka murobbir ruhu war ruhu jauharu # wa dzaka murobbil jismu wal jismu kas shodaf) aku mendahulukan jasa guruku atas orang tuaku, meski aku memperoleh dari orang tuaku nama dan kemuliaan. Sebab guruku adalah pendidik jiwa, dan jiwa itu laksana mutiara, dan orang tuaku pendidik tubuh, dan tubuh laksana cangkang..
(teruntuk Guru terbesarku yang aku cintai dengan segenap jiwaku, Abuya As-sayyid Muhammad bin Alwy bin Abbas Al-maliky Al-Hasani, qoddasallohu sirrohu, 5 tahun tepat engkau tinggalkan kami T_T )
Alhamdulillah, kata pertama yg wajib aku ucapkan. Segala puji memang hanyalah unutkNya, ga ada yg lain.
Keinginan hati untuk berhenti ngeblog ternyata ga terkabulkan, dah niat untuk berhenti total, namun ada energi lain yg terus menerus selalu menyemangati , plus trimakasih yg tak terhingga untuk sahabat2 yg selalu memberi dorongan, Posting sebelumnya memang harus ku hapus karena sedikit banyak meninggalkan sesuatu yg ga enak untuk di ingat. Yah seperti membuka lembaran baru lagi , dan berharap juga mambawa keberkahan dan manfaat terutama untuk diri pribadi.
Kenapa aku harus mulai lagi di hari ini??,tentulah ada sebabnya, yah ramadhan yg ke ke 14 mungkin akan selalu terkenang, hari ketika seorang maha guru (walaupun ga pernah langsung berguru pada beliau) meninggal (Allohummaghfirlahu..), hari yg mampu membuat tubuhku seolah2 tidak bersendi dan bertulang. Yah...aku hanya mengenal beliau lewat murid2nya, selebihnya hanya lewat mimpi...
Abuya....begitu murid2nya memanggil beliau...
Sebuah cermin luar biasa yg sangat mempengaruhi sisi spiritualku.
Seorang sosok luar biasa di mataku..
Sosok yg di rindu..
Sebuah pesan di inboxku dari murid beliau (sahabat dan guruku juga) layak untuk di posting disini..
Boleh kand aku cerita sahabat2ku, saudara2ku? Boleh kand untuk hari ini saja aku membagi rasa yang berkecamuk memporak porandakan hatiku? Boleh kand untuk aku kembali menitikkan air matakut di tulisanku. Air mata kehilangan seorang guru besar yang menjadi lentera jiwaku dan cahaya hidupku. Seorang Guru yang jauh lebih berharga dalam hidupku daripada ayah-ibuku.
Sebuah kisah klasik terindah dalam perjalanan rihlah ilmiyahku. Kisah klasik untuk masa depan.
Masih teringat jelas dalam benakku 5 tahun lalu, hari yang meruntuhkan semua ketegaranku, hari yang melebur meluluhlantakkan perasaanku. Hari yang tak pernah aku sadar kalau hari itu melewatiku memedihkan jiwa ringkihku.
Aku masih ingat bagaimana tiap subuh aku bersimpuh di hadapan beliau, memijat lembut kakinya, mengusap-usap pelan betisnya, ritualku tiap subuh seraya membaca untaian dzikir di hadapannya.
Aku masih ingat bagaimana beliau dengan senyumnya, dengan aura cahaya cerah indah di wajahnya, mendidikku, mengenalkanku akan arti hidup yang sebenarnya.
Masih kuingat, saat-saat terakhir beliau memanggilku lantas memelukku, sebelum memberikan senyuman terindah terakhir yang beliau miliki padaku, yang menerbangkan jiwaku entah ke mana, sebelum beliau setelah itu menepuk 3 kali dadaku seraya mengucapkan sebuah kalimat yang sampai sekarang gemanya masih terasa di telingaku.. (hani-an laka) beruntung sekali, sukses bagimu anakku. Yang tak pernah kukira bahwa itu kalimat perpisahan beliau denganku..
Sebentar memang aku merasakan didikan tangan dinginmu Guruku, namun kesejenakan itu adalah yang paling berarti dalam sisa perjalanan hidupku.
Dulu, engkau adalah segenap obsesiku. Engkau adalah sumber segala inspirasiku. Engkau pula dengan pancaran auramu dari jauh mendidikku, mentarbiyahku, sebelum akhirnya engkau menjadikanku murid terakhirmu..
Apa yang bisa ku balas untukmu Guruku? Aku tahu engkau sampai kini mengawasiku, melihat kenakalanku, kemalasanku, ketidak semangatanku. Maaf kan aku Guruku.
Dan pagi ini, aku memutar kembali semua memori indahku bersamamu, tanpamu aku tak akan pernah ada, tanpamu, aku tak akan pernah mengenal cinta, tanpamu, aku tak akan pernah mengenal Alloh dan Rosul-Nya
Terima kasih Guruku, engkau telah dan terus mendidikku, mulai aku belum bertemu denganmu, sampai engkau meninggalkanku dalam kesendirianku. Jazakumullohu khoiro
(uqoddimu ustadzi ala fadhli waalidi # wa in naalani min waalidi-l izza was syarof. Fa dzaka murobbir ruhu war ruhu jauharu # wa dzaka murobbil jismu wal jismu kas shodaf) aku mendahulukan jasa guruku atas orang tuaku, meski aku memperoleh dari orang tuaku nama dan kemuliaan. Sebab guruku adalah pendidik jiwa, dan jiwa itu laksana mutiara, dan orang tuaku pendidik tubuh, dan tubuh laksana cangkang..
(teruntuk Guru terbesarku yang aku cintai dengan segenap jiwaku, Abuya As-sayyid Muhammad bin Alwy bin Abbas Al-maliky Al-Hasani, qoddasallohu sirrohu, 5 tahun tepat engkau tinggalkan kami T_T )